Peran Kurikulum Dalam Pembelajaran
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu pembentukan manusia yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa memegang peranan penting dalam suatu sistem pendidikan. Maka kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan harus mampu mengantarkan anak didik menjadi manusia yang bertaqwa, cerdas, terampil dan berbudi luhur, berilmu, bermoral, tidak hanya sebagai mata pelajaran yang harus diberikan kepada peserta didik semata, melainkan sebagai aktivitas pendidikan yang direncanakan untuk dialami, diterima, dan dilakukan.
Kurikulum sekolah merupakan instrumen strategis untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang, kurikulum sekolah juga memiliki koherensi yang amat dekat dengan upaya pencapaian tujuan sekolah dan atau tujuan pendidikan. Oleh karena itu perubahan dan pembaruan kurikulum harus mengikuti perkembangan, menyesuaikan kebutuhan masyarakat dan menghadapi tantangan yang akan datang serta menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Karim (Susilo, 2007:10) bahwa: ‘’Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, salah satunya adalah dengan perubahan kurikulum, sehingga mulai Cawu 2 Tahun Ajaran 2001/2002 sudah diperkenalkan kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan pengembangan dari kurikulum 1994, dan kini dikenalkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang hampir sama dengan kurkulum berbasis kompetensi”.
Dasar perlunya perubahan kurikulum menurut Muhadi ((Susilo, 2007:10)) bahwa: “saat terjadi perkembangan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang perlu segera dianggap dan dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum baru pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Di mana peraturan perundang-undangan yang baru telah membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum seperti pembaruan dan diversifikasi kurikulum”.
Kurikulum berbasis kompetensi diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik, melalui perencanaan pelaksanaan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara efektif, efisien dan berhasil guna. Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditujukan, untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam mengemban identitas budaya bangsanya. Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial serta membudayakan dan mewujudkan karakter nasional. Juga untuk memudahkan guru dalam menyajikan pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal sebagaimana yang telah dicetuskan oleh UNESCO sejak 1970 yakni: learning to know, learning to do, learning to life together dan learning to be.
KTSP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro. Kerangka makro erat kaitannya dengan upaya politik yang saat ini sedang ramai dibicarakan yaitu desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, aspek mesonya berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya yaitu sekolah.
Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepeduliaan pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan kurikulum yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif, guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka inilah, KTSP tampil sebagai alternatif kurikulum yang ditawarkan.
KTSP merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, dan efisien pendidikan agar dapat memodifikasikan keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, industri, dan pemerintah dalam membentuk pribadi peserta didik. Hal tersebut dilakukan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam konsep ini sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi, baik kepada orang tua, masyarakat, maupun pemerintah.
Otonomi dalam pengelolaan pendidikan merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kepada kelompok terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Otonomi sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum tentang pemberdayaan sekolah, yang meyakini bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan sedapat mungkin keputusan dan seharusnya dibuat oleh mereka yang berada di garis depan (line staf) yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibat dari kebijakan tersebut, baik guru maupun kepala sekolah.
Keterlibatan kepada sekolah dan guru dalam pengambilan keputusan sekolah juga mendorong rasa kepemilikan yang lebih tinggi terhadap sekolah yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menggunakan sumber daya yang ada efisien untuk mencapai hasil yang optimal. Tujuan utama KTSP adalah memandirikan dan memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan. Pemberian wewenang (otonomi) kepada sekolah diharapkan dapat mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.
Di samping lulusan yang kompeten, peningkatan mutu dalam KTSP antara lain akan diperoleh melalui reformasi sekolah (school reform), yang ditandai dengan peningkatan partisipasi orang tua, kerjasama dengan dunia industri, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan budaya mutu dalam suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan akan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Penetapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan yang sangat penting dan strategis untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan. Melalui standar proses pendidikan setiap guru dan atau pengelola sekolah dapat menentukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Dengan demikian, pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan, terutama proses pembelajaran dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, namun demikian, tidak mungkin upaya meningkatkan kualitas dilakukan dengan memperbaiki setiap komponen secara serempak. Hal ini selain komponen itu keberadaannya terpencar, juga kita sulit menentukan kadar keterpengaruhan setiap komponen.
Namun demikian, komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subyek dan obyek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikan, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai stndar proses pendidikan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru. Meyakinkan setiap orang khususnya pada setiap guru bahwa pekerjaannya merupakan pekerjaan profesional merupakan upaya pertama yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian standar proses sesuai dengan harapan.
Mengapa demikian, sebab banyak orang termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa guru merupakan jabatan profesional. Ada yang beranggapan setiap orang bisa menjadi guru walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asal paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat seperti itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tuntutannya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi, mengajar tidak sesederhana itu. Mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar bisa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih keterampilan baik intelektual maupun motorik sehingga sisiwa dapat dan berani hidup di masyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar mereka dapat memecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan, membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif dan kreatif, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru. Menurut James M .Cooper (1990:64): “A teacher is person charged with the responsibility of helping others to learn and to behave in new different ways”. Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusu hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan. Menurut Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. (2007:15) bahwa syarat-syarat pokok dari pekerjaan profesional antara lain:
A. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah;
B. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas;
C. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademis sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya, dengan demikian semakin tinggi pula tngkat penghargaan yang diterimanya;
D. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap setiap efek yang ditimbulkannya dari pekerjaan profesinya itu.
Dengan deikian, guru yang profesional berarti dituntut memiliki ilmu yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah; memiliki keahlian sesuai dengan bidang yang ditekuninya; keahliannya harus sesuai dengan latar belakang pendidikan yang didapatnya dan profesi guru yang profesional memiliki dampak sosial kemasyarakatan, baik kepada siswa, keluarga maupun masyarakat.
Fungsi Kurikulum
Dilihat dari cakupan dan tujuanya menurut McNeil (1990) isi
kurikulum, memiliki empat fungsi, yaitu (1) fungsi pendidikan umum (common and
generation education), (2) suplementasi (supplementation), (3) eksplorasi
(exploration), dan (4) keahlian (specialization).
1) Fugsi pendidikan umum (common and general education)
Fugsi pendidikan umum (common
and general education), yaitu fungsi kurikulum untuk mempersiapkan peserta
didik agar mereka menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab sebagai
warga negara yang baik dan bertanggung jawab.
2) Suplementasi (supplementation)
Setiap peserta didik memiliki perbedaan baik dilihat dariperbedaan
kemampuan, perbedaan minat, maupun perbedaan bakat. Kurikulum sebagai alat
pendidikan seharusnya dapat memberikan pelayanan kepada setiap siswa sesuai
dengan perbedaan tersebut.
3) Eksplorasi (exploration)
Fungsi eksplorasi memiliki makna bahwa kurikulum harus dapat
menemukan dan mengembangkan minat dan bakat masing-masing siswa. Melalui fungsi
ini siswa diharapkan dapat belajar sesuaidengat minat dan bakatnya, sehingga
memungkinkan mereka akan belajar tanpa adanya paksaan.
4) Keahlian (spesialization)
Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai
dengan keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat siswa. Dengan demikian,
kurikulum harus memberikan pilihan berbagai bidang keahlian, misalnya
perdagangan, pertanian industri atau disiplin akademik.
Memerhatikan fungsi-fungsi diatas, maka jelas kurikulum berfungsi
untuk setiap orang atau lembaga yangberhubungan baik langsung maupun tidak
langsung dengan penyelenggaraan pendidikan.
Jika dilihat dari segi subjek pengguna, kurikulum dapat berfungsi
bagi siswa, guru, orang tua, kepala sekolah dan masyarakat.
1) Fungsi kurikulum bagi siswa
adalah sebagai instrumen untuk mendapatkan pengalaman baru, dan untuk mencapai
tujuan akhir pendidikan.
2) Fungsi kurikulum bagi guru
adalah sebagai pedoman kerja dalam mengorganisasikan pengalaman belajar siswa,
serta untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan siswa.
3) Fungsi kurikulum bagi orang
tua adalah sebagai acuan untuk melihat perkembangan kemampuan belajar anak,
serta meningkatlkan kualitas hasil belajar.
4) Fungsi kurikulum sebagai
masyarakat adalah sebagai acuan untuk pengembangan program pendidikan
disekolah, pedoman pemberian saran yang konstruktif untuk perbaikan program
kedepan. Bahan berpartisipasi untuk memperlancar pelaksanaan program disekolah.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum, Alexander Inglis (dalam Hamlik,
1990) mengemukakan enam fungsi kurikulum untuk siswa:
1) Fungsi penyesuaian (the adjastive of adaptive function),
berarti individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara
menyeluruh. Lingkungan yang selalu berubah dan bersifat dinamis menuntut
individu harus memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara dinamis pula.
Disinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan sehingga individu
bersifat well adjusted.
2) Fungsi pengintegrasian (the integrating function), kurikulum
berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi, oleh sebab itu individu
itu sendiri merupakan bagian integral dari masyarakat, sehingga pribadi yang
terintegrasi itu akan memberikan kontribusi terhadap pembentukan dan
pengintegrasian masyarakat.
3) Fungsi deferensiasi (the defferentiating function), Kurikulum
perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan dalam
masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akanmendorong orang berfikir kritis dan
kreatif, sehingga mendorong kemajuan dalam masyarakat. Akan tetapi bukan
berarti bahwa dengan deferensiasi kita mengabaikan solidaritas sosial dan
integrasi, melainkan deferensiasi itu sendiri juga untuk menghindarkan terjadinya
stagnasi sosial.
4) Fungsi persiapan (the propeadeutic function). Kurikulum
berfungsi memperisapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk
suatu jangkauan yang lebih jauh, apakah melanjutkanpendidikan yang lebih tinggi
atau persiapan untuk belajar di masyarakat. Hal ini diperlukan mengingat
sekolah tidak mungkin memberikan semua yang diperlukan siswa atau yang menarik
minat siswa.
5) Fungsi pemilihan (the selective function). Antara
keberbedaan/deferensiasi dan pemilikan/seleksi adalah dua hal yang erat
hubungannya. Pengakuan terhadap keberbedaan berarti pula diberikannya
kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkannya dan menarik
minatnya. Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang menganut
sistem demokrasi.Untuk mengembangkan kemampuan tersebut kurikulum perlu disusun
secara fleksibel.
6) Fungsi diagnostik (the diagnostic function). Salah satu
segi pelayanan pendidikan, ialah membantu dan mengarahkan siswa agar mereka
mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Ini dapat dilakukan bila mereka menyadari kelemahan dan kekuatan
yang dimilikinya, sehingga ia sendiri yang memperbaiki kelemahan dan
mengembangkan sendiri potensi yang ada pada dirinya
Dalam lingkungan masyarakatpun terjadi berbagai bentuk interaksi
pendidikan, dari yang sangat formal yang mirip dengan pendidikan di sekolah
dalam bentuk kursus-kursus, sampai dengan yang kurang formal seperti ceramah,
serasehan, dan pergaulan kerja. Gurunya juga bervariasi dari yang memiliki
latar belakang pendidikan khusus sebagaipendidik karena pengalaman. Kurikulum
juga bervariasi, dari yang memiliki kurikulum formal dan tertulis sampai dengan
rencana pelajaran yang hanya ada pada pikiran penceramah atau moderator atau
gagasan keteladanan yang ada pada pemimpin.
Dari hal-hal yang diuraikan itu, dapat ditarik beberapa kesimpulan
berkenaan dengan pendidikan formal. Pertama, pendidikan formal memiliki
rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis,
jelas, dan rinci. Kedua, dilaksanakan secara formal, terencana, ada yang
mengawasi dan menilai. Ketiga, diberikan oleh pendidik atau guru yang memiliki
ilmu dan keterampilan khusus dalam bidang pendidikan. Keempat, interaksi pendidikan
berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan fasilitas dan alat serta
aturan-aturan permainan tertentu pula.
Bahwa adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis
merupakan ciri utama pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan
syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Kalau kurikulum merupakan syarat
mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari pendidikan atau pengajaran. Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk
pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang tidak memiliki
kurikulum.
Setiap praktik pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan
tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi,
kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja.Untuk menyampaikan bahan pelajaran,
ataupun mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan metode
penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai hasil dan proses
pendidikan, juga diperlukan cara-cara dan alat-alat penilaian tertentu pula.
Keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan penilaian
merupakan komponen-komponen utama kurikulum.
Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru
dan siswa berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung dalam ruangan hampa,
tetapi selalu terjadi dalam lingkungan tertentu, yang mencakup antara lain
lingkungan fisik, alam, sosial budaya, ekonomi, politik dan religi.
Kedudukan
Kurikulum dalam Pembelajaran
Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses
pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentukaktivitas pendidikan. Kurikulum
juga merupakan suatu rencana pendidikan memberikan pedoman dan pegangan tentang
jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Disamping kedua fungsi
itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli
atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan
landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi
pendidikan.
Kedudukan kurikulum dalam kegiatan administratif sekolah memegang peranan yang
sangat penting strategis. Akan tetapi, kurikulum tidak akan memberikan imbas
apapun ketika tidak direalisasikan dengan tatalaksana yang baik, tepat, dan
cermat di sekolah.[2] Baik disini,pengertiannya adalah adanya pengorganisasian
yang tertata rapi serta pelaksanaan kurikulum benar-benar dilaksanakan dan
dihayati oleh seluruh warga sekolah. Istilah tepat merujuk pada tepat sasaran.
Aplikasi kurikulum haruslah sesuai dengan keadaan latar belakang kemampuan
peserta didik. Cermat mengandung arti adanya ketelitain dalam pelaksaan
kurikulum serta adanya evaluasi kurikulum.
Kurikulum memiliki peran yang
sangat penting dalam interaksi pendidikan formal. Kurikulum menjadikan segala
sesuatu yang disampaikan oleh pendidik menjadi lebih berencana, sistematis, dan
lebih disadari.Tidak kalah penting, kurikulum juga berfungsi sebagai pedoman
dan pegangan segala proses pendidikan. Sebagai pedoman, Kurikulum memiliki
empat komponen utama, yakni tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan penilaian.[3]
Secara umum fungsi kurikulum adalah
sebagai alat untuk membantu peserta didik mengembangkan pribadinya ke arah
tujuan pendidikan. Kurikulum merupakan aspek yang mempengaruhi peserta didik
di sekolah, termasuk guru dan sarana serta prasarana lainnya. Kurikulum sebagai
program belajar bagi siswa, disusun secara sistematis dan
logis. Kurikulum diberikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai
program belajar, kurikulum adalah niat, rencana dan harapan.
Kedudukan
Kurikulum:
1.
Kurikulum
sebagai rencana
Kurikulum
didefinisikan sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan untuk mencapai
sejumlah tujuan pendidikan tertentu.
2.
Kurikulum
sebagai pedoman
Kurikulum
merupakan sesuatu yang dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang
dilakukan termasuk kegiatan belajar mengajar di kelas.
3.
Kurikulum
sebagai jantung pendidikan
semua gerak
kehidupan kependidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang
direncanakan dalam kurikulum.
4.
Kurikulum
sebagai pengontrol
Kurikulum
adalah dasar dan sekaligus pengontrol terhadap aktivitas pendidikan. Tanpa
kurikulum yang jelas, apalagi jika tidak ada kurikulum sama sekali, maka
kehidupan pendidikan di suatu lembaga menjadi tanpa arah dan tidak efektif
dalam mengembangkan potensi peserta didik menjadi kualitas pribadi yang
maksimal.
5.
Kurikulum
sebagai sosok
Kurikulum
adalah konstruk atau sosok yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi
di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan, atau
dikembangkan.
6.
Kurikulum
sebagai jawaban
Kurikulum
berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang
berkenaan dengan pendidikan.
7.
Kurikulum
sebagai alat pembangun
Kurikulum
merupakan alat untuk menbangun kehidupan masa depan, yang menempatkan kehidupan
masa lalu, masa sekarang, dan rencana pengembangan dan pembangunan bangsa
sebagai dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.
Dari Buku
TBP
Fungsi kurikulum difokuskan pada 3
aspek berikut :
⦁ Fungsi kurikulum bagi sekolah yang
bersangkutan, yaitu sebagai alat untuk mencapai seperangkat tujuan pendidikan
yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan sehari-hari.
⦁ Fungsi kurikulum bagi tatanan
tingkat sekolah, yaitu sebagai pemeliharaan proses pendidikan dan penyiapan
tenaga kerja.
⦁ Fungsi sebagai konsumen, yaitu
sebagai keikutsertaan dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan dan
kritik yang membangun dalam penyempurnaan program yang serasi.
Menurut Alexander Inglis, fungsi kurikulum dalam
pendidikan meliputi:
1.
Fungsi
penyesuaian (The adjustive of adaptive
function), maksudnya fungsi kurikulum
sebagai alat pendidikan menuju individu yang bisa menyesuaikan dengan baik.
individu hidup dalam lingkungan, sedangkan lingkungan tersebut
senantiasa berubah dan dinamis, maka setiap
individu harus mampu menyesuaikan diri secara
2.
Fungsi
integrasi (The integrating function), kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi
yang Oleh karena individu itu sendiri
merupakan bagian integral dari masyarakat, maka
pribadi yang terintegrasi itu akan
memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau
pengintegrasian masyarakat.
3.
Fungsi
deferensiasi (The differentiating function), kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap
perbedaan-perbedaan perorangan dalam Pada dasarnya deferensiasi
akan mendorong orang berpikir kritis dankreatif, dan ini akan mendorong
kemajuan sosial dalam masyarakat.
4.
Fungsi
persiapan (The prapaedetic function), kurikulum berfungsi mempersiapkan siswa agar mampu
melanjutkan studi lebih lanjut untuk jangkauan yang lebih jauh atau
terjun ke masyarakat. Mempersiapkan kemampuan sangat perlu, karena sekolah
tidak mungkin memberikan semua apa yang diperlukan atau semua apa yang menarik
minat mereka.
5.
Fungsi
pemilihan (The selective function), antara keberbedaan dan pemilihan mempunyai hubungan yang erat.
Keberbedaan memberikan kesempatan banyak memilih. Pengakuan atas perbedaan
berarti pula diberikan kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang
dinginkan dan menarik minatnya. Ini merupakan kebutuhan yang sangat ideal bagi
masyarakat yang demokratis, sehingga kurikulum perlu diprogram
secara fleksibel.
6.
Fungsi
diagnosa (The diagnostic function), salah satu segi pelayanan pendidikan adalah
membantu dan mengarahkan para siswa agar mereka mampu
memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi
yang Ini dapat dilakukan bila mereka menyadari semua kelemahan dan
kekuatan yang dimiliki melalui eksplorasi dan prognosa. Fungsi kurikulum
dalam mendiagnosa dan membimbing siswa agar dapat mengembangkan potensi
siswa secara optimal.[5]
Kurikulum memegang peran penting
dalam pendidikan. Berikut adalah beberapa peranan kurikulum yang bisa berimbas
langsung pada proses dan hasil belajar.[6]
peranan
dan kedudukan kurikulum dalam pendidikan
•
Peran
konservatif, artinya kurikulum bertugas menyimpan dan mewariskan nilai-nilai
luhur budaya. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat
mempengaruhi dan membina tingkah laku para siswa dengan nilai-nilai sosial yang
ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan
sebagai suatu proses [7]
•
Peran
kreatif, kurikulum harus bisa memberikan dorongan kepada siswa agar berkembang
daya kreatifnya. Kurikulum juga membantu setiap individu mengembangkan
semua potensi yang ada padanya, maka
kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara berpikir,
kemampuan dan keterampilan yang baru yang dapat bermanfaat bagi
masyarakat.
•
Peran
kritis dan evaluatif, artinya kurikulum berperan sebagai alat untuk menilai dan
sekaligus memperbaiki masyarakat. Niali-nilai sosial yang tidak sesuai lagi
dengan keadaan masa mendatang dihilangkan dan diadakan modifikasi dan
perbaikan, sehingga kurikulum perlu mengadakan pilihan yang tepat atas dasar
kriteria tertentu.
mungkin kedudukan kurikulum dalam
pendidikan penting dijadikan sebagai pedoman,
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum
dan Pembelajaran, Bumi Aksara, 2010.
Prof. Dr. S. Nasution, M.A, Asas-Asas
Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara, 2009.
Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT. Remaja Rosda Karya, 2010
Dr. Wina Sanjaya, M.Pd., Kurikulum
dan Pembelajaran, Jakarta : Kencana, 2008.
https://notako.wordpress.com/2013/10/03/fungsi-dan-peran-kurikulum-dalam-proses-pembelajaran/