Saturday, September 17, 2016

Peran, Fungsi, Kedudukan Kurikulum dalam Pembelajaran

Peran Kurikulum Dalam Pembelajaran

Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu pembentukan manusia yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa memegang peranan penting dalam suatu sistem pendidikan. Maka kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan harus mampu mengantarkan anak didik menjadi manusia yang bertaqwa, cerdas, terampil dan berbudi luhur, berilmu, bermoral, tidak hanya sebagai mata pelajaran yang harus diberikan kepada peserta didik semata, melainkan sebagai aktivitas pendidikan yang direncanakan untuk dialami, diterima, dan dilakukan.
Kurikulum sekolah merupakan instrumen strategis untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia baik jangka pendek maupun jangka panjang, kurikulum sekolah juga memiliki koherensi yang amat dekat dengan upaya pencapaian tujuan sekolah dan atau tujuan pendidikan. Oleh karena itu perubahan dan pembaruan kurikulum harus mengikuti perkembangan, menyesuaikan kebutuhan masyarakat dan menghadapi tantangan yang akan datang serta menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Karim (Susilo, 2007:10) bahwa: ‘’Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, salah satunya adalah dengan perubahan kurikulum, sehingga mulai Cawu 2 Tahun Ajaran 2001/2002 sudah diperkenalkan kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan pengembangan dari kurikulum 1994, dan kini dikenalkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang hampir sama dengan kurkulum berbasis kompetensi”.
Dasar perlunya perubahan kurikulum menurut Muhadi ((Susilo, 2007:10)) bahwa: “saat terjadi perkembangan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang perlu segera dianggap dan dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum baru pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Di mana peraturan perundang-undangan yang baru telah membawa implikasi terhadap pengembangan kurikulum seperti pembaruan dan diversifikasi kurikulum”.
Kurikulum berbasis kompetensi diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik, melalui perencanaan pelaksanaan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara efektif, efisien dan berhasil guna. Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ditujukan, untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam mengemban identitas budaya bangsanya. Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan, keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas sosial serta membudayakan dan mewujudkan karakter nasional. Juga untuk memudahkan guru dalam menyajikan pengalaman belajar yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu pada empat pilar pendidikan universal sebagaimana yang telah dicetuskan oleh UNESCO sejak 1970 yakni: learning to know, learning to do, learning to life together dan learning to be.
KTSP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro. Kerangka makro erat kaitannya dengan upaya politik yang saat ini sedang ramai dibicarakan yaitu desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, aspek mesonya berkaitan dengan kebijakan daerah tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten sedangkan aspek mikro melibatkan seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling bawah, tetapi terdepan dalam pelaksanaannya yaitu sekolah.
Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepeduliaan pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan kurikulum yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif, guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka inilah, KTSP tampil sebagai alternatif kurikulum yang ditawarkan.
KTSP merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, dan efisien pendidikan agar dapat memodifikasikan keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat, industri, dan pemerintah dalam membentuk pribadi peserta didik. Hal tersebut dilakukan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami pendidikan membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan. Dalam konsep ini sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi, baik kepada orang tua, masyarakat, maupun pemerintah.
Otonomi dalam pengelolaan pendidikan merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kepada kelompok terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Otonomi sekolah juga berperan dalam menampung konsensus umum tentang pemberdayaan sekolah, yang meyakini bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan sedapat mungkin keputusan dan seharusnya dibuat oleh mereka yang berada di garis depan (line staf) yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pelaksanaan kebijakan, dan terkena akibat dari kebijakan tersebut, baik guru maupun kepala sekolah.
Keterlibatan kepada sekolah dan guru dalam pengambilan keputusan sekolah juga mendorong rasa kepemilikan yang lebih tinggi terhadap sekolah yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menggunakan sumber daya yang ada efisien untuk mencapai hasil yang optimal. Tujuan utama KTSP adalah memandirikan dan memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi yang akan disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan kondisi lingkungan. Pemberian wewenang (otonomi) kepada sekolah diharapkan dapat mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.
Di samping lulusan yang kompeten, peningkatan mutu dalam KTSP antara lain akan diperoleh melalui reformasi sekolah (school reform), yang ditandai dengan peningkatan partisipasi orang tua, kerjasama dengan dunia industri, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan budaya mutu dalam suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan akan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggung jawab pemerintah.
Penetapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan yang sangat penting dan strategis untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan. Melalui standar proses pendidikan setiap guru dan atau pengelola sekolah dapat menentukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Dengan demikian, pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan, terutama proses pembelajaran dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, namun demikian, tidak mungkin upaya meningkatkan kualitas dilakukan dengan memperbaiki setiap komponen secara serempak. Hal ini selain komponen itu keberadaannya terpencar, juga kita sulit menentukan kadar keterpengaruhan setiap komponen.
Namun demikian, komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru. Hal ini memang wajar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subyek dan obyek belajar. Bagaimanapun bagus dan idealnya kurikulum pendidikan, bagaimanapun lengkapnya sarana dan prasarana pendidikan, tanpa diimbangi dengan kemampuan guru dalam mengimplementasikan, maka semuanya akan kurang bermakna. Oleh sebab itu, untuk mencapai stndar proses pendidikan, sebaiknya dimulai dengan menganalisis komponen guru. Meyakinkan setiap orang khususnya pada setiap guru bahwa pekerjaannya merupakan pekerjaan profesional merupakan upaya pertama yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian standar proses sesuai dengan harapan.
Mengapa demikian, sebab banyak orang termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa guru merupakan jabatan profesional. Ada yang beranggapan setiap orang bisa menjadi guru walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asal paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat seperti itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tuntutannya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi, mengajar tidak sesederhana itu. Mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu, dalam proses mengajar terdapat kegiatan membimbing siswa agar bisa berkembang sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya, melatih keterampilan baik intelektual maupun motorik sehingga sisiwa dapat dan berani hidup di masyarakat yang cepat berubah dan penuh persaingan, memotivasi siswa agar mereka dapat memecahkan berbagai persoalan hidup dalam masyarakat yang penuh tantangan dan rintangan, membentuk siswa yang memiliki kemampuan inovatif dan kreatif, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektivitas pembelajaran.
Dengan demikian seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bukan guru. Menurut James M .Cooper (1990:64): “A teacher is person charged with the responsibility of helping others to learn and to behave in new different ways”. Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusu hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keguruan. Menurut Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. (2007:15) bahwa syarat-syarat pokok dari pekerjaan profesional antara lain:
A. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah;
B. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas;
C. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademis sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya, dengan demikian semakin tinggi pula tngkat penghargaan yang diterimanya;
D. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap setiap efek yang ditimbulkannya dari pekerjaan profesinya itu.
Dengan deikian, guru yang profesional berarti dituntut memiliki ilmu yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah; memiliki keahlian sesuai dengan bidang yang ditekuninya; keahliannya harus sesuai dengan latar belakang pendidikan yang didapatnya dan profesi guru yang profesional memiliki dampak sosial kemasyarakatan, baik kepada siswa, keluarga maupun masyarakat.

Fungsi Kurikulum
Dilihat dari cakupan dan tujuanya menurut McNeil (1990) isi kurikulum, memiliki empat fungsi, yaitu (1) fungsi pendidikan umum (common and generation education), (2) suplementasi (supplementation), (3) eksplorasi (exploration), dan (4) keahlian (specialization).
1)      Fugsi pendidikan umum (common and general education)
Fugsi pendidikan umum (common and general education), yaitu fungsi kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik agar mereka menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.
2)      Suplementasi (supplementation)
Setiap peserta didik memiliki perbedaan baik dilihat dariperbedaan kemampuan, perbedaan minat, maupun perbedaan bakat. Kurikulum sebagai alat pendidikan seharusnya dapat memberikan pelayanan kepada setiap siswa sesuai dengan perbedaan tersebut.
3)      Eksplorasi (exploration)
Fungsi eksplorasi memiliki makna bahwa kurikulum harus dapat menemukan dan mengembangkan minat dan bakat masing-masing siswa. Melalui fungsi ini siswa diharapkan dapat belajar sesuaidengat minat dan bakatnya, sehingga memungkinkan mereka akan belajar tanpa adanya paksaan.
4)      Keahlian (spesialization)
Kurikulum berfungsi untuk mengembangkan kemampuan anak sesuai dengan keahliannya yang didasarkan atas minat dan bakat siswa. Dengan demikian, kurikulum harus memberikan pilihan berbagai bidang keahlian, misalnya perdagangan, pertanian industri atau disiplin akademik.
Memerhatikan fungsi-fungsi diatas, maka jelas kurikulum berfungsi untuk setiap orang atau lembaga yangberhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan pendidikan.
Jika dilihat dari segi subjek pengguna, kurikulum dapat berfungsi bagi siswa, guru, orang tua, kepala sekolah dan masyarakat.
1)      Fungsi kurikulum bagi siswa adalah sebagai instrumen untuk mendapatkan pengalaman baru, dan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan.
2)      Fungsi kurikulum bagi guru adalah sebagai pedoman kerja dalam mengorganisasikan pengalaman belajar siswa, serta untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan siswa.
3)      Fungsi kurikulum bagi orang tua adalah sebagai acuan untuk melihat perkembangan kemampuan belajar anak, serta meningkatlkan kualitas hasil belajar.
4)      Fungsi kurikulum sebagai masyarakat adalah sebagai acuan untuk pengembangan program pendidikan disekolah, pedoman pemberian saran yang konstruktif untuk perbaikan program kedepan. Bahan berpartisipasi untuk memperlancar pelaksanaan program disekolah.
Berkaitan dengan fungsi kurikulum, Alexander Inglis (dalam Hamlik, 1990) mengemukakan enam fungsi kurikulum untuk siswa:
1)      Fungsi penyesuaian (the adjastive of adaptive function), berarti individu harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara menyeluruh. Lingkungan yang selalu berubah dan  bersifat dinamis menuntut individu harus memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara dinamis pula. Disinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan sehingga individu bersifat well adjusted.
2)      Fungsi pengintegrasian (the integrating function), kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi, oleh sebab itu individu itu sendiri merupakan bagian integral dari masyarakat, sehingga pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan kontribusi terhadap pembentukan dan pengintegrasian masyarakat.
3)      Fungsi deferensiasi (the defferentiating function), Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan dalam masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akanmendorong orang berfikir kritis dan kreatif, sehingga mendorong kemajuan dalam masyarakat. Akan tetapi bukan berarti bahwa dengan deferensiasi kita mengabaikan solidaritas sosial dan integrasi, melainkan deferensiasi itu sendiri juga untuk menghindarkan terjadinya stagnasi sosial.
4)      Fungsi persiapan (the propeadeutic function). Kurikulum berfungsi memperisapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, apakah melanjutkanpendidikan yang lebih tinggi atau persiapan untuk belajar di masyarakat. Hal ini diperlukan mengingat sekolah tidak mungkin memberikan semua yang diperlukan siswa atau yang menarik minat siswa.
5)      Fungsi pemilihan (the selective function). Antara keberbedaan/deferensiasi dan pemilikan/seleksi adalah dua hal yang erat hubungannya. Pengakuan terhadap keberbedaan berarti pula diberikannya kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkannya dan menarik minatnya. Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang menganut sistem demokrasi.Untuk mengembangkan kemampuan tersebut kurikulum perlu disusun secara fleksibel.
6)      Fungsi diagnostik (the diagnostic function). Salah satu segi pelayanan pendidikan, ialah membantu dan mengarahkan siswa agar mereka mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Ini dapat dilakukan bila mereka menyadari kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya, sehingga ia sendiri yang memperbaiki kelemahan dan mengembangkan sendiri potensi yang ada pada dirinya



Dalam lingkungan masyarakatpun terjadi berbagai bentuk interaksi pendidikan, dari yang sangat formal yang mirip dengan pendidikan di sekolah dalam bentuk kursus-kursus, sampai dengan yang kurang formal seperti ceramah, serasehan, dan pergaulan kerja. Gurunya juga bervariasi dari yang memiliki latar belakang pendidikan khusus sebagaipendidik karena pengalaman. Kurikulum juga bervariasi, dari yang memiliki kurikulum formal dan tertulis sampai dengan rencana pelajaran yang hanya ada pada pikiran penceramah atau moderator atau gagasan keteladanan yang ada pada pemimpin.
Dari hal-hal yang diuraikan itu, dapat ditarik beberapa kesimpulan berkenaan dengan pendidikan formal. Pertama, pendidikan formal memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis, jelas, dan rinci. Kedua, dilaksanakan secara formal, terencana, ada yang mengawasi dan menilai. Ketiga, diberikan oleh pendidik atau guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus dalam bidang pendidikan. Keempat, interaksi pendidikan berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan fasilitas dan alat serta aturan-aturan permainan tertentu pula.
Bahwa adanya rancangan atau kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan di sekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat mutlak bagi pendidikan di sekolah. Kalau kurikulum merupakan syarat mutlak, hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang tidak memiliki kurikulum.
Setiap praktik pendidikan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, apakah berkenaan dengan penguasaan pengetahuan, pengembangan pribadi, kemampuan sosial, ataupun kemampuan bekerja.Untuk menyampaikan bahan pelajaran, ataupun mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut diperlukan metode penyampaian serta alat-alat bantu tertentu. Untuk menilai hasil dan proses pendidikan, juga diperlukan cara-cara dan alat-alat penilaian tertentu pula. Keempat hal tersebut, yaitu tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan penilaian merupakan komponen-komponen utama kurikulum.
Dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa berlangsung. Interaksi ini tidak berlangsung dalam ruangan hampa, tetapi selalu terjadi dalam lingkungan tertentu, yang mencakup antara lain lingkungan fisik, alam, sosial budaya, ekonomi, politik dan religi.

Kedudukan Kurikulum dalam Pembelajaran

Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentukaktivitas pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu rencana pendidikan memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Disamping kedua fungsi itu, kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum berbagai institusi pendidikan.



Kedudukan kurikulum dalam kegiatan administratif sekolah memegang peranan yang sangat penting strategis. Akan tetapi, kurikulum tidak akan memberikan imbas apapun ketika tidak direalisasikan dengan tatalaksana yang baik, tepat, dan cermat di sekolah.[2] Baik disini,pengertiannya adalah adanya pengorganisasian yang tertata rapi serta pelaksanaan kurikulum benar-benar dilaksanakan dan dihayati oleh seluruh warga sekolah. Istilah tepat merujuk pada tepat sasaran. Aplikasi kurikulum haruslah sesuai dengan keadaan latar belakang kemampuan peserta didik. Cermat mengandung arti adanya ketelitain dalam pelaksaan kurikulum serta adanya evaluasi kurikulum.
Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dalam interaksi pendidikan formal. Kurikulum menjadikan segala sesuatu yang disampaikan oleh pendidik menjadi lebih berencana, sistematis, dan lebih disadari.Tidak kalah penting, kurikulum juga berfungsi sebagai pedoman dan pegangan segala proses pendidikan. Sebagai pedoman, Kurikulum memiliki empat komponen utama, yakni tujuan, bahan ajar, metode-alat, dan penilaian.[3]
Secara umum fungsi kurikulum adalah sebagai alat untuk membantu peserta didik mengembangkan pribadinya ke arah tujuan pendidikan. Kurikulum merupakan aspek yang  mempengaruhi peserta didik di sekolah, termasuk guru dan sarana serta prasarana lainnya. Kurikulum sebagai program  belajar  bagi  siswa, disusun secara sistematis dan logis. Kurikulum diberikan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Sebagai program belajar, kurikulum adalah niat, rencana dan harapan.


Kedudukan Kurikulum:
1.                  Kurikulum sebagai rencana
Kurikulum didefinisikan sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu.
2.                  Kurikulum sebagai pedoman
Kurikulum merupakan sesuatu yang dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang dilakukan termasuk kegiatan belajar mengajar di kelas.
3.                  Kurikulum sebagai jantung pendidikan
semua gerak kehidupan kependidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan dalam kurikulum.
4.                  Kurikulum sebagai pengontrol
Kurikulum adalah dasar dan sekaligus pengontrol terhadap aktivitas pendidikan. Tanpa kurikulum yang jelas, apalagi jika tidak ada kurikulum sama sekali, maka kehidupan pendidikan di suatu lembaga menjadi tanpa arah dan tidak efektif dalam mengembangkan potensi peserta didik menjadi kualitas pribadi yang maksimal.
5.                  Kurikulum sebagai sosok
Kurikulum adalah konstruk atau sosok yang dibangun untuk mentransfer apa yang sudah terjadi di masa lalu kepada generasi berikutnya untuk dilestarikan, diteruskan, atau dikembangkan.
6.                  Kurikulum sebagai jawaban
Kurikulum berposisi sebagai jawaban untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang berkenaan dengan pendidikan.
7.                  Kurikulum sebagai alat pembangun
Kurikulum merupakan alat untuk menbangun kehidupan masa depan, yang menempatkan kehidupan masa lalu, masa sekarang, dan rencana pengembangan dan pembangunan bangsa sebagai dasar untuk mengembangkan kehidupan masa depan.

Dari Buku TBP
Fungsi kurikulum difokuskan pada 3 aspek berikut :

⦁ Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan, yaitu sebagai alat untuk mencapai seperangkat tujuan pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan sehari-hari.
⦁ Fungsi kurikulum bagi tatanan tingkat sekolah, yaitu sebagai pemeliharaan proses pendidikan dan penyiapan tenaga kerja.
⦁ Fungsi sebagai konsumen, yaitu sebagai keikutsertaan dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan program yang serasi.

 

Menurut Alexander Inglis, fungsi kurikulum dalam pendidikan meliputi:

1.                   Fungsi penyesuaian (The adjustive of adaptive function), maksudnya fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan menuju individu yang bisa menyesuaikan dengan baik. individu hidup  dalam  lingkungan, sedangkan lingkungan tersebut senantiasa  berubah  dan  dinamis,  maka  setiap  individu  harus mampu  menyesuaikan  diri  secara
2.                   Fungsi integrasi (The integrating function), kurikulum berfungsi mendidik  pribadi-pribadi  yang  Oleh  karena  individu  itu  sendiri  merupakan  bagian  integral  dari  masyarakat, maka pribadi  yang  terintegrasi  itu  akan  memberikan  sumbangan  dalam  rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
3.                   Fungsi deferensiasi (The differentiating function), kurikulum perlu  memberikan  pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan dalam  Pada  dasarnya deferensiasi akan mendorong orang berpikir kritis dankreatif, dan ini akan mendorong kemajuan sosial dalam masyarakat.
4.                   Fungsi persiapan (The prapaedetic function), kurikulum berfungsi mempersiapkan  siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk  jangkauan yang lebih jauh  atau terjun ke masyarakat. Mempersiapkan kemampuan sangat perlu, karena sekolah tidak mungkin memberikan semua apa yang diperlukan atau semua apa yang menarik minat mereka.
5.                   Fungsi pemilihan (The selective function), antara keberbedaan dan pemilihan mempunyai hubungan yang erat. Keberbedaan memberikan kesempatan banyak memilih. Pengakuan atas perbedaan berarti pula diberikan  kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang dinginkan dan menarik minatnya. Ini merupakan kebutuhan yang sangat ideal bagi masyarakat yang  demokratis,  sehingga kurikulum perlu diprogram secara fleksibel.
6.                   Fungsi diagnosa (The diagnostic function), salah satu segi pelayanan pendidikan adalah  membantu  dan mengarahkan para siswa agar  mereka mampu memahami  dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang  Ini dapat dilakukan bila mereka menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang  dimiliki melalui eksplorasi dan prognosa. Fungsi kurikulum dalam mendiagnosa dan  membimbing siswa agar dapat mengembangkan potensi siswa secara optimal.[5]
Kurikulum memegang peran penting dalam pendidikan. Berikut adalah beberapa peranan kurikulum yang bisa berimbas langsung pada proses dan hasil belajar.[6]

peranan dan kedudukan kurikulum dalam pendidikan

         Peran konservatif, artinya kurikulum bertugas menyimpan dan mewariskan nilai-nilai luhur budaya. Dengan demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku para siswa dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan  pendidikan  sebagai  suatu  proses [7]
         Peran kreatif, kurikulum harus bisa memberikan dorongan kepada siswa agar berkembang daya kreatifnya. Kurikulum juga membantu setiap individu mengembangkan  semua  potensi  yang  ada  padanya,  maka  kurikulum menciptakan  pelajaran,  pengalaman,  cara  berpikir,  kemampuan  dan  keterampilan yang baru yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.
         Peran kritis dan evaluatif, artinya kurikulum berperan sebagai alat untuk menilai dan sekaligus memperbaiki masyarakat. Niali-nilai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan masa mendatang dihilangkan dan diadakan modifikasi dan perbaikan, sehingga kurikulum perlu mengadakan pilihan yang tepat atas dasar kriteria tertentu.
mungkin kedudukan kurikulum dalam pendidikan penting dijadikan sebagai pedoman, 




DAFTAR PUSTAKA

Dr. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara, 2010.
Prof. Dr. S. Nasution, M.A, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta : Bumi Aksara, 2009.
Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, PT. Remaja Rosda Karya, 2010
Dr. Wina Sanjaya, M.Pd., Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta : Kencana, 2008.

https://notako.wordpress.com/2013/10/03/fungsi-dan-peran-kurikulum-dalam-proses-pembelajaran/

Kode Etik PGRI, FSGI dan IGI

Kode etik Guru PGRI

1.      Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2.      Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
3.      Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindari diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5.      Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6.      Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
7.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
8.      Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.

9.      Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

KODE ETIK GURU FSGI
Pasal 1
Guru FSGI beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara, serta terpercaya dalam mengemban profesinya.
 Pasal 2
Guru FSGI wajib mencintai profesinya sebagai guru dan bersungguh-sungguh dalam membangun kecintaan dalam mengajar.
 Pasal 3
Guru FSGI dalam menjalankan tugas keprofesionalannya wajib membangun budaya ilmiah, dengan senantiasa membangun kebiasaan membaca dan menulis, selalu memperbaharui  pengetahuan pengajarannya, mendalami perkembangan ilmu pendidikan, serta mengikuti perkembangan isu-isu pendidikan, baik lokal maupun nasional.
 Pasal 4
Guru FSGI senantiasa menghormati hak-hak anak didik untuk mendapatkan perlakuan yang setara, adil dan manusiawi,serta menghindari segala bentuk perlakuan  diskriminatif dalam proses pembelajaran.
 Pasal 5
Guru FSGI tidak diperbolehkan melakukan  tindak kekerasan dalam segala bentuk, baik fisik, psikis maupun verbal dengan alasan mendisiplinkan anak, dan atau alasan untuk kepentingan mendidik.
 Pasal 6
Guru FSGI wajib menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan serta menerima dan mendorong penghormatan atas keberagaman
Pasal 7
Guru FSGI tidak diperbolehkan berperilaku diskriminastif atas dasar perbedaan suku, agama, ras, golongan, status sosial ekonomi budaya dan gender, baik kepada peserta didik, orangtua/wali peserta didik dan rekan seprofesi maupun masyarakat di lingkungannya.
 Pasal 8
Guru FSGI tidak diperbolehkan memanfaatkan posisi dan otoritas yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi
 Pasal 9
Guru FSGI tidak dibenarkan menerima semua bentuk pemberian berupa uang, barang, dan atau fasilitas lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi penilaian dan perlakuan pada peserta didiknya.
 Pasal 10
Guru FSGI menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip dalam pembelajaran dan penilaian, maupun dalam melaksanakan hak berpendapat.
 Pasal 11
Guru FSGI menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminatif dalam masalah suku, agama, ras, bangsa, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya dalam menjalankan tugas keprofesionalnya.
 Pasal 12
Guru FSGI aktif mengkritisi berbagai kebijakan pendidikan, baik di tingkat satuan pendidikan, lokal maupun nasional sebagaimana amanat peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 13
Guru FSGI berani mempertahankan hak keprofesionalannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
 Pasal 14
Guru FSGI wajib membangun sikap bersahabat, komunikatif dengan sesama guru dan wajib berbagi pengetahuan dan pengalaman pembelanjarannya kepada sesama guru bagi upaya peningkatan mutu pendidikan.
 Pasal 15
Guru FSGI wajib membina hubungan baik, setara dan penuh persahabatan dengan orangtua peserta didik demi terwujudnya pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan.
 Pasal 16
Guru FSGI dalam memperjuangkan kepentingan profesinya diperkenankan menggunakan hak-hak konstitusionalnyasecara bebas, merdeka dan independen, sepanjang tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku, termasuk diperbolehkan melakukan aksi demonstrasi maupun mogok mengajar.
Pasal 17
Kasus-kasus yang berhubungan dengan pelanggaran kode etik oleh para guru FSGI akan diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Kode Etik FSGI.
 Pasal 18
Sanksi bagi pelanggaran kode etik oleh Guru FSGI akan disusun dan diatur kemudian oleh sidang Dewan Kehormatan Kode Etik FSGI.


KODE ETIK GURU IGI

IGI memiliki Kode Etik sebagai panduan dan arah anggota serta aktivitas organsisasi. Kode Etik IGI

1. Dalam menjalankan tugasnya, anggota IGI bersikap merdeka, terbuka, profesional, toleran,
2. Dalam menjalankan tugasnya, anggota IGI harus memiliki kompetensi, mengajarkan ilmu pengetahuan, agama, seni budaya dan olahraga, nilai-nilai dengan etika, sopan santun, menghindari kebencian, kecabulan, dan kekerasan.
3. Anggota IGI senantiasa membela kebenaran, kejujuran, dan bertanggung jawab, tidak menerima suap, dan segala macamnya untuk mendikte dan mempengaruhi tugas dan fungsinya.
4. Anggota IGI senantiasa belajar untuk meningkatkan mutu dan profesionalismenya, memegang teguh prinsip, kode etik, aturan dan hukum, serta bersama-sama memperjuangkan mutu
5. Anggota IGI berhak meningkatkan mutu, memiliki kompetensi, menjaga profesionalisme, mendapatkan perlindungan atas profesinya, serta berhak hidup sejahtera dan memperjuangkan kesejahteraannya dengan cara-cara yang santun tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan cara-cara lain yang tidak melawan dan bertentangan dengan kode etik guru Indonesia serta tidak menggunakan posisinya untuk tujuan dan kepentingan pribadi.
6. Anggota IGI senantiasa menjaga nama baik profesi dan mendapatkan perlindungan profesi
7. Anggota IGI ikut serta dalam pengabdian kepada masyarakat

ANALISA PENGGUNAAN METODE PENGAJARAN BAHASA SITUASIONAL UNTUK MATA KULIAH PERCAKAPAN I

BAB I
LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN
1.1  Latar Belakang

Belajar bahasa Mandarin itu sama pentingnya dengan belajar bahasa lain, yaitu bisa anda jadikan sebagai investasi di masa depan. Perkembangan ekonomi di Tiongkok yang semakin meningkat tajam adalah salah satu alasan kenapa semakin banyak orang tertarik untuk belajar Bahasa Mandarin dan mendalaminya.Dalam pembelajaran Bahasa Mandarin dan bahasa-bahasa lainnya, terdapat empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis.Dari keempat aspek tersebut, berbicara termasuk salah satu yang dianggap sangat penting.Dalam Bahasa Mandarin, tulisan yang tertulis tidak hanya divokalkan dengan pengucapan biasa. Ada nada-nada tersendiri yang harus dikuasai. Salah pengucapan nada, maka arti dari apa yang kita ucapkan itu pun bisa berbeda.
Program studi Pendidikan Bahasa Mandarin di Universitas Negeri Jakarta memilki mata kuliah Metodologi Pengajaran Bahasa Mandarin yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang metode-metode pengajaran bahasa secara umum dan secara khusus, melatih mahasiswa dalam mengajarkan Bahasa Mandarin dalam bentuk simulasi mengajar, dan terakhir menulis tugar akhir berupa makalah analisa membahas metode pengajaran yang digunakan oleh rekan penulis.
Pembelajaran berbahasa asing merupakan sebuah kegiatan penanaman kebiasaan dengan menggunakan unsur tata bahasa, pengulangan, dan praktik. Dalam kelas Percakapan-lah praktik kegiatan tersebut dilakukan. Semakin banyak pembelajar berbicara, semakin banyak pula ia berlatih. Karena itu, penting bagi guru menemukan metode pengajaran bahasa yang dapat memacu pembelajar untuk banyak berbicara menggunakan bahasa sasaran, dalam hal ini Bahasa Mandarin. Oleh sebab itu sangat penting pula memilih metode yang tepat untuk digunaakan dalam pengajaran berbicara Bahasa Mandarin dengan lafal dan ton yang benar dimana inilah fokus utama dalam kelas Percakapan.

1.2  Rumusan Masalah
1. Apakah metode Pengajaran Bahasa Situasional (PBS) merupakan metode yang baik untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran mata kuliah Percakapan I?
2.  Apakah metode Pengajaran Bahasa Situasional yang diterapkan oleh pengajar pada kegiatan simulasi mengajar yang dilaksanakan oleh prodi Pendidikan Bahasa Mandarin Universitas Negeri Jakarta pada mata kuliah Metodologi Pengajaran Bahasa Mandarin sudah sesuai dengan ciri dan prinsip metode tersebut?

1.3  Tujuan Penulisan
1.   Untuk mengetahui apakah metode Pengajaran Bahasa Situasional (PBS) merupakan metode yang baik untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran mata kuliah Percakapan I.
2.  Untuk mengetahui apakah metode Pengajaran Bahasa Situasional yang diterapkan oleh pengajar pada kegiatan simulasi mengajar yang dilaksanakan oleh prodi Pendidikan Bahasa Mandarin Universitas Negeri Jakarta pada mata kuliah Metodologi Pengajaran Bahasa Mandarin sudah sesuai dengan ciri dan prinsip metode tersebut.





BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Metode Pengajaran Bahasa Situasional
Metode Pengajaran Bahasa Situasional atau yang sering disebut dengan Metode Situasional merupakan metode yang menghubungkan pola-pola struktural dari bahasa dengan situasi atau konteks kejadian. Kegiatan bahasa dipandang sebahgai bagian dari keseluruhan kegiatan yang melibatkan pelaku, objek dan situasi aktual.
Pendekatan ini berasal dari para pakar linguistik terapan dari Inggris tahun 1920-1930an. Pada masa ini, sejumlah pakar linguistik terapan terkemuka lainnya ikut mengembangkan dasar bagi pendekatan yang berprinsip terhadap metodologi dalam pengajaran bahasa.
Salah satu aspek utama dari metode ini adalah peranan kosakata. Pada tahun 1920-1930 dalam skala besar telah dilakukan beberapa penelitian mengenai kosakata bahasa asing, dan menghasilkan dua pandangan tentang metode ini yaitu:
1. Adanya suatu kesepakatan kata umum diantara para pakar khusus pengajaran bahasa.
2. Meningkatnya penekanan pada keterampilan membaca sebagai tujuan studi bahasa asing pada beberapa negara.
Kosakata merupakan komponen pokok keterampilan/kecakapan membaca. Peranan kosakata dianggap sangat penting dalam pengajaran bahasa dan juga dipakai dalam buku pelajaran bahasa sekolah. Para pakar bersependapat bahwa  “ada perkembangan kuantitas kosakata para pembelajar”. Pemilihan kosakata adalah pemusatan perhatian pada isi gramatikal pelajaran bahasa, dengan perkembangan pendekatan bersistem terhadap bobot leksikal dan gramatikal pelajaran bahasa, kini dalam pelajaran bahasa mandarin sebagai bahasa asing kedua pendekatan lisan atau The Oral Approach pun terbentuk dan berdiri dengan kuat, yang biasa disebut sebagai Situational Language Teaching atau Pengajaran Bahasa Situasional (PBS).

2.1.1.1 Ciri-ciri pengajaran metode Pengajaran Bahasa Situasional
Ciri utama dalam Pengajaran Bahasa Situasional yaitu:
a.       Pengajaran bahasa berawal dengan bahasa lisan. Bahasa diajarkan secara lisan sebelum disajikan dalam bentuk tertulis.
b.      Bahasa sasaran merupakan bahasa (pengantar) kelas.
c.       Kosakata baru diperkenalkan dan dipraktikkan secara situasional
d.      Prosedur penyeleksian kosakata dituruti untuk meyakinkan bahwa kosakata umum yang penting benar-benar disajikan.
e.       Tahapan tata bahasa dijelaskan secara bertahap sesuai dengan prinsip bahwa bentuk-bentuk yang sederhana diajarkan sebelum bentuk yang rumit.
f.       Membaca dan menulis diperkenalkan/dimulai apabila dasar leksikal dan gramatikal yang memadai sudah terpenuhi.

2.1.1.2 Kelebihan dan Kelemahan Pengajaran Bahasa Situasional

2.1.1.2.1 Kelebihan-kelebihan metode PengajaranBahasa Situasional ialah:
a.       Peserta didik mendapatkan latihan yang cukup banyak dalam kosa kata dan membaca.
b.      Peserta didik mendapat latihan yang cukup banyak dalam berbicara dan menyimak.
c.       Peserta didik mendapat latihan dalam sistem bunyi BT, tekanan, ritme, dan intonasi.

2.1.1.2.2 Kelemahan-kelemahan metode Pengajaran Bahasa Situasional ialah:
a.       Peserta didik terlalu banyak mendapat latihan dalam struktur dan kurang dalamberkomunikasi yang wajar.
b.      Para peserta didik mendapat latihan dalam berbicara dalam konteksberarti dengan siapa, dimana, topik apa, dan kapan waktunya, sehingga ragam yang dipelajari hanya satu saja.

2.1.1.3 Prinsip Metode Pengajaran Bahasa Situasional
Metode Pengajaran Bahasa Situasional dilakukan dengan prinsip antara lain:
a.       Butir-butir tata bahasa disajikan secara situasional dalam pola-pola kalimat yang menunjukan fungsi dan maknanya.
b.      Setiap pola kalimat yang baru hanya memperkenalkan satu jenis struktur kalimat.
c.       Butir-butir yang menjadi penyebab kesulitan bagi siswa menjadi perhatian khusus.
d.      Penyajian melalui pendengaran dan lisan serta latihan dirangkum melalui membaca dan mengarang.
e.       Membimbing dalam pengucapan tekanan suku kata dari kata-kata baru, ritme kalimat, dan pola-pola kalimat baru.

2.1.1.4 Teknik Pengajaran Berbicara Metode Situasional
Berikut beberapa metode pengajaran berbicara untuk memudahkan mengenal, memahami, menghayati dan dapat dipraktikkan dalam pengajaran berbicara, yaitu:
a.       Ulang Ucapan: Mengulangi kata yang diucapkan oleh guru.
b.      Lihat dan Ucap: mengucapkan suatu kata atau kalimat yang berhubungan dengan benda yang diperlihatkan oleh guru.
c.       Deskripsi: mendeskripsikan suatu benda yang diperlihatkan oleh guru.
d.      Bertanya: siswa dituntut untuk bertanya seputar tugas atau materi yang tidak dipahaminya.
e.       Menjawab Pertanyaan: Siswa menjawab soal-soal atau pertanyaan yang diberikan oleh guru
f.       Melanjutkan: Kegiatan ini siswa secara bergiliran melanjutkan sebuah cerita atau ide dalam suatu pelajaran atau tugas.
g.      Menceritakan Kembali: menceritakan kembali isi cerita secara lisan dihadapan teman-teman atau audien.
h.      Bermain peran: dengan memerankan siswa diharapkan dapat memahami alur dan juga menjiwai karakter masing-masing tokoh dengan untaian kata percakapan yang diucapkan.
i.        Reka Cerita Gambar: Siswa diminta untuk menyusun kembali gambar sesuai urutan yang benar.
j.        Pelaporan: siswa melakukan pengamatan terhadap suatu kegiatan tertentu kemudian melaporkan hasil pengamatan tersebut secara lisan di kelas.
k.      Wawancara: siswa bertanya hingga menganalisa jawaban dari narasumber seperti seorang wartawan.
l.        Diskusi: bertukar pikiran dengan teman atau suatu kelompok untuk memecahkan suatu masalah atau hal.

2.1.2 Kegiatan Simulasi

            Berikut adalah alur kegiatan simulasi mengajar yang dilakukan oleh pengajar pada mata kuliah Metodologi Pengajaran Bahasa Mandarin di Prodi Pendidikan Bahasa Mandarin Universitas Negeri Jakarta.

       I.            Pembukaan
-          Salam dan absen
    II.            Pembahasan Materi
-          Membahas kosakata baru
Pada buku teks, terdapat kosakata-kosakata baru. Pengajar menerjemahkan satu per satu kosakata baru bersama dengan pembelajar.
-          Membaca teks
Pengajar membaca terlebih dahulu, lalu pembelajar mengikuti. Setelah itu, pengajar meminta pembelajar membaca teks dengan lantang secara bergantian.
-          Tanya jawab berdasarkan teks
Pengajar menanyakan kepada pembelajar apakah ada bagian teks yang masih belum dipahami oleh pembelajar.
-          Membuat dialog berdasarkan tema teks
Pembelajar diminta untuk membuat dialog berdasarkan tema yang ada pada buku teks.
-          Berdialog di depan kelas
Setelah membuat dialog, dialog tersebut dihafalkan, lalu diucapkan di depan kelas untuk dinilai.
 III.            Penutup
-          Pemberian tugas
Pengajar memberikan tugas kepada pembelajar untuk menceritakan kembali teks dalam bentuk monolog pada pertemuan selanjutnya.
-          Salam

2.2  Pembahasan

2.2.1        Ketepatan penggunaan metode Pengajaran Bahasa Situasional (PBS) dalam kegiatan pembelajaran mata kuliah Percakapan I.
Menimbang dari segi teori dan segi pengamatan yang penulis lakukan terhadap simulasi mengajar salah satu pengajar, penulis setuju bahwa metode Pembelajaran Bahasa Situasional (PBS) sesuai untuk digunakan dalam pelajaran Percakapan I. Sebab, dalam pembelajaran bahasa secara situasional, bahasa diajarkan dengan cara mempraktikkan penggunaan pola-pola kalimat dalam berbagai kegiatan berdasarkan situasi yang bermakna. Pola-pola kalimat yang baru dipresentasikan secara lisan. Pola kalimat tersebut mengontrol pembelajar dalam berbicara dan semakin banyak siswa berlatih menggunakan struktur atau pola bahasa secara lisan akan membuat kemampuan berbicara, membaca, dan menulisnya berkembang secara otomatis.
Dalam simulasi mengajar, dapat terlihat juga kelebihan-kelebihan dari metode tersebut. Peserta didik mendapatkan latihan yang cukup banyak dalam kosakata, membaca, dan berbicara. Pertama, dilakukan pembacaan dan penerjemahan kosakata baru, lalu dilanjutkan dengan membaca teks dan dialog yang tertulis pada buku teks. Setelah itu, pengajar meminta pembelajar untuk berkelompok dan membuat dialog singkat berdasarkan topik dari teks yang telah dibaca. Kemudian, para pembelajar diminta untuk menampilkan dialog singkat tersebut tanpa teks di depan kelas. Pada saat pembelajar menampilkan dialog mereka, pengajar mengambil nilai. Tidak diberitahukan unsur-unsur penilaian yang dilakukan. Hanya saja, menurut analisa penulis, sebaiknya yang menjadi unsur-unsur penilaian, yaitu lafal, ton, jeda, penggunaan tata bahasa, dan terakhir pemilihan kata.
Walaupun metode ini dianggap memiliki kelemahan, kelemahan metode ini dapat diperbaiki seiring dengan berkembangnnya pengetahuan pembelajar tentang Bahasa Mandarin di bab-bab selanjutnya. Jika ekspektasi ini tidak terlaksana, dosen sebagai pengajar dianjurkan untuk mengarahkan Mahasiswa sebagai pembelajar untuk menuju kepada ekspektasi tersebut agar kemampuan berbicara dan berbahasa pembelajar juga meningkat.
Melihat beberpa teknik pengajaran metode situasional yang ada pada kajian teori, ada beberapa teknik yang tidak cocok untuk dilakukan di dalam kelas namun bisa dijadikan tugas akhir, yaitu:
a.       Pelaporan: pelajar melakukan pengamatan terhadap suatu kegiatan tertentu kemudian melaporkan hasil pengamatan tersebut secara lisan di kelas.
b.      Wawancara: pembelajar bertanya hingga menganalisa jawaban dari narasumber seperti seorang wartawan.
c.       Diskusi: bertukar pikiran dengan teman atau suatu kelompok untuk memecahkan suatu masalah.

2.2.2 Kesesuaian penggunaan metode Pengajaran Bahasa Situasional oleh pengajar pada kegiatan simulasi mengajar yang dilaksanakan oleh prodi Pendidikan Bahasa Mandarin Universitas Negeri Jakarta pada mata kuliah Metodologi Pengajaran Bahasa Mandarin dengan ciri dan prinsip metode tersebut.
Dalam simulasi mengajar tersebut, pengajar kurang dapat memberikan latihan yang cukup dalam hal menyimak, sebab bahasa pengantar kelas yang digunakan pengajar adalah bahasa ibu pembelajar, yaitu Bahasa Indonesia. Sesuai dengan salah satu ciri utama dalam metode situasional, bahasa sasaran seharusnya merupakan bahasa pengantar kelas.
Dalam simulasi, pengajar tidak menjelaskan tahapan tata bahasa secara bertahap sesuai dengan prinsip bahwa bentuk-bentuk yang sederhana diajarkan sebelum bentuk yang rumit. Ini perlu dilakukan sebelum pembahasan lebih mendalam pada mata kuliah tata bahasa agar pembelajar memahami pengunaan unsur tata bahasa terutama dalam ragam lisan.Tentu saja dengan tetap perpegang pada prinsip metode situasional yang mengatakan bahwa:
a.       Butir-butir tata bahasa disajikan secara situasional dalam pola kalimat yang menunjukan fungsi dan maknanya.Setiap pola kalimat yang baru hanya memperkenalkan satu jenis struktur kalimat.
b.      Butir-butir yang menjadi penyebab kesulitan bagi siswa menjadi perhatian khusus.
c.       Membimbing dalam pengucapan tekanan suku kata dari kata-kata baru, ritme kalimat, dan pola-pola kalimat baru.

Melihat dari sisi teknik pengajaran berbicara yang digunakan pengajar, berikut hasil pengamatan penulis pada saat simulasi.

a.       Mengulang ucapan: mengulangi kata yang diucapkan oleh pengajar.
Dalam simulasi, pembelajar mengulang kata yang diucapkan oleh pengajar pada saat pembahasan kosakata baru dan saat pembacaan teks. Ini bertujuan untuk memperbaiki lafal, ton, intonasi dan jeda dalam pembacaan teks.

b.      Melihat ucapan: mengucapkan suatu kata atau kalimat yang berhubungan dengan benda yang diperlihatkan oleh pengajar.
Dalam simulasi, teknik ini belum digunakan oleh pengajar. Teknik ini baik dilakukan agar pembelajar tidak terfokus pada buku teks, namun bisa menyesuaikan dengan bahan luar. Benda yang diperlihatkan pun bisa dalam bentuk digital atau alat peraga. Teknik ini masih bersentuhan dengan metode lain.

c.       Mendeskripsikan: mendeskripsikan suatu benda yang diperlihatkan oleh pengajar.
Seperti pada poin sebelumnya, poin ini belum digunakan oleh pengajar. Namun, teknik ini bisa diberikan kepada pembelajar sebagai tugas rumah.

d.      Bertanya: pembelajar dituntut untuk bertanya seputar tugas atau materi yang tidak dipahaminya.
Dalam simulasi, pengajar memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk menanyakan materi yang belum dipaham. Hal ini baik, namun lebih baik lagi jika semua mahasiswa diharuskan untuk membuat pertanyaan yang akan diajukan kepada sesama pembelajar agar terjadi interaksi sebagai bentuk latihan berbicara. Sebab, jika tidak demikian, apabila pembelajar merasa telah memahami materi yang diajarkan, maka tidak akan ada pertanyaan dan tidak ada interaksi yang cukup.

e.       Menjawab pertanyaan: pembelajar menjawab soal-soal atau pertanyaan yang diberikan oleh pengajar.
Dalam simulasi ini, pengajar tidak memberikan pertanyaan kepada siswa. Padahal, teknik ini baik untuk memacu pembelajar berbicara menggunakan bahasa sasaran selain untuk melihat pemahaman siswa akan teks yang telah dibaca.

f.       Melanjutkan: Kegiatan ini siswa secara bergiliran melanjutkan sebuah cerita atau ide dalam suatu pelajaran atau tugas.
Dalam simulasi ini, pengajar belum mempraktikan teknik ini. Namun teknik ini jarang dilakukan di dalam kelas. Biasanya teknik ini dilakukan sebagai tugas rumah.
g.      Menceritakan kembali: menceritakan kembali isi cerita secara lisan dihadapan teman-teman.
Dalam simulasi ini, pengajar menggunakan teknik ini untuk tugas rumah. Untuk menghemat waktu, pengajar meminta pembelajar mempersiapkan terlebih dahulu di rumah, lalu mengucapkannya di depan kelas pada pertemuan selanjutnya.

h.      Percakapan / permainan peran: dengan memerankan siswa diharapkan dapat memahami alur dan juga menjiwai karakter masing-masing tokoh dengan untaian kata percakapan yang diucapkan..
Dalam simulasi, pengajar sudah menggunakan teknik ini dengan meminta pembelajar berkelompok untuk membuat dialog singkat yang sesuaai dengan situasi pada buku teks yang lalu dipraktikan di depan kelas.

i.        Reka cerita gambar: pembelajar diminta untuk menyusun kembali gambar sesuai urutan yang benar.
Dalam simulasi mengajar yang dilakukan saudari Mega, teknik ini juga belum dipergunakan.Teknik ini bertujuan untuk mentsimulus pembelajar untuk banyak melatih berbicara.Penggunaan teknik ini menuntut pengajar untuk mencari gambar yang masih berhubungan dengan situasi pada buku teks.

            Jika ditinjau dari sisi prinsip pengajaran, dengan tidak dijelaskannya butir-butir tata bahasa yang penting untuk dijadikan acuan dalam praktik pembuatan kalimat dalam proses pembuatan dialog, membuat pengajaran melenceng dari prinsipnya. Namun, ditinjau dari sisi teknik, ketepatan pengajar sudah terarah ke arah metode Pengajaran Bahasa Situasional.



BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan kajian teori yang telah penulis mengerti, penulis menyimpulkan bahwa metode Pengajaran Bahasa Situasional sangatlah sesuai untuk digunakan dalam pengajaran berbicara dalam mata kuliah Percakapan I.Sebab, dalam pembelajaran bahasa secara situasional, bahasa diajarkan dengan cara mempraktikkan penggunaan pola-pola kalimat dalam berbagai kegiatan berdasarkan situasi yang bermakna. Pola-pola kalimat yang baru dipresentasikan secara lisan. Pola kalimat tersebut  mengontrol pembelajar dalam berbicara dan semakin banyak siswa berlatih menggunakan struktur atau pola bahasa secara lisan akan membuat kemampuan berbicara, membaca, dan menulisnya berkembang secara otomatis.
Dalam simulasi mengajar dapat terlihat kelebihan-kelebihan dari metode tersebut. Pembelajar mendapatkan latihan yang cukup dalam kosakata, membaca, dan berbicara. Pertama, dilakukan pembacaan kosakata baru, lalu dilanjutkan dengan membaca teks dan dialog yang tertulis pada buku teks. Setelah itu, pengajar meminta pembelajar untuk berkelompok dan membuat dialog singkat berdasarkan topik dari teks yang telah dibaca.Setelah itu, para Mahasiswa diminta untuk menampilkan dialog singkat tersebut tanpa teks. Pada saat Mahasiswa menampilkan dialog mereka, pengajar mengambil nilai. Tidak diberitahukan unsur-unsur penilaian yang dilakukan. Hanya saja, menurut analisa penulis, sebaiknya yang menjadi unsur-unsur penilaian, yaitu lafal, ton, jeda, penggunaan tata bahasa, dan terakhir pemilihan kata.
Menurut pengamatan penulis terhadap pengajar, penulis menyimpulkan bahwa penggunaan metode Pengajaran Bahasa Situasional pada simulasi mengajar yang dilakukan pengajar belum sesuai dengan salah satu ciri utama metode Pengajaran Bahasa Situasional, yaitu menggunakan bahasa sasaran sebagai bahasa pengantar di kelas. Melihat dari sisi teknik pengajaran berbicara yang digunakan pengajar, masih ada beberapa teknik yang sebenarnya dapat digunakan namun belum digunakan pada saat simulasi, seperti:
1)      Mengulang ucapan: mengulangi kata yang diucapkan oleh pengajar.
2)      Melihat ucapan: mengucapkan suatu kata atau kalimat yang berhubungan dengan benda yang diperlihatkan oleh pengajar.
3)      Mendeskripsikan: mendeskripsikan suatu benda yang diperlihatkan oleh pengajar.
4)      Menjawab pertanyaan: pembelajar menjawab soal-soal atau pertanyaan yang diberikan oleh pengajar.
5)      Menceritakan kembali: menceritakan kembali isi cerita secara lisan dihadapan teman-teman.
6)      Reka cerita gambar: pembelajar diminta untuk menyusun kembali gambar sesuai urutan yang benar.

Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa penggunaan metode Pengajaran Bahasa Situasional tepat, hanya saja praktik dari metode ini yang dilakukan oleh pengajar seharusnya bisa dikembangkan secara lebih baik.





DAFTAR PUSTAKA

1.         Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa . Jakarta P2LPTK.
2.         Tarigan, Henry Guntur. 1991. Metodologi Pengajaran Bahasa 1. Bandung: Penerbit Angkasa.


3.         Tarigan, Henry Guntur. 1991. Metodologi Pengajaran Bahasa 2. Bandung: Penerbit Angkasa.